Thursday, January 17, 2008

filsafat gerak



Sebelumnya saya mohon maaf kepada pemilik foto di samping ini karena saya memakainya di sini tanpa minta ijin terlebih dahulu. Tidak ada niat negatif, hanya saat melihat foto ini saya teringat bidadari kecil keluarga kami (adik saya almarhumah) yang sekarang lincah bermain di Surga sana bersama bidadari-bidadari dalam pengawasan Allah. Maaf jika tidak berkenan.

Maaf juga saya ucapkan kepada pengunjung blog ini yang hanya saya suguhi tulisan-tulisan orang lain; bukan dari saya pribadi, maklum lagi belajaran, pinginnya tulisan-tulisan tersebut biar jadi pemacu semangat untuk bisa nulis sendiri. Kali ini saya akan memposting tentang Shalat yang ditulis oleh Imam Musbikin dalam bukunya yang berjudul "Rahasia Shalat Bagi Penyembuhan Fisik Dan Psikis".

Shalat sering dipandang hanya dalam bentuk formal ritual, mulai dari takbir, ruku' dan salam, sebuah gerakan-gerakan fisik yang terkait erat dengan tatanan fiqih. Padahal bila kita mau merenung sejenak, di dalamnya terdapat simbol hikmah yang dapat kita ambil dari postur, irama dan gerak ritmik tubuh ketika kita shalat. Mulai dari berdiri, mengucapkan takbir, ruku', menunduk, sujud hingga terakhir salam. Semuanya menjadi simbol atau perlambang dari siklus kehidupan (life cycling), yakni daur kehidupan yang dinamis.

Dalam shalat seseorang dituntutuntuk melakukan gerak fisik. Dalam hal gerakan ini kita melihat adanya isyarat dari simbol-simbol yang terkandung dalam shalat, yaitu filsafat gerak. Seorang pribadi muslim harus bergerak dinamis, karena tidak selamanya hidup ini akan qiyam, 'berdiri', sebagai perlambang kejayaan (dewasa).

Manusia tidak selamanya muda, berjaya dan berdiri kuat. Karena itu sesaat lagi kita harus ruku', sebagai simbol adanya saat-saat manusia mulai rapuh, umur setengah baya. tak lama kemudian, kita pun harus sujud. Hal ini pertanda manusia memasuki masa manula, tua reta, simbol kelemahan, penghujung perjalanan kehidupan dan akhirnya mau tidak mau, manusia harus mengakhiri perjalanan pendek kehidupannya dengan mengucapkan salam -- seakan-akan melambangkan akhir kehidupan itu sendiri.

Shalat haruslah ditutup dengan salam, seakan-akan bukan hanya mengisyaratkan bahwa seorang muslim seharusnya mencintai kedamaian, menyebarkan keselamatan ke arah kanan dan kiri (sekitarnya), tapi juga memberikan isyarat hidup ini haruslah berakhir dengan hati yang damai (qalbu salim). Hati yang salim adalah hati yang merdeka, tidak lagi terpenjara oleh urusan duniawi.

Shalat sebagai bentuk ritual, seakan-akan menggugah hati kita bersama. Bila menyembah Allah SWT saja harus dengan gerak, apalagi hidup seorang muslim tentunya dalam kondisi dan situasi apapun harus gerak pula. Sehingga dari sini memantulkan dinamika hidup. Dengan kata lain, seakan-akan tidak ada tempat bagi seorang muslim yang 'jumud', statis dan terbelenggu dalam sikap apatisme. Karena itu, bila ada shalat tanpa (hanya sedikit) gerak, dia berdiri kemudian salam, maka itulah dinamakan shalat mayit. Hal ini menjadi sebuah perlambang bahwa pribadi yang setatis -- tidak ada kreativitas gerak -- sesungguhnya sedang berada dalam kematian. "Static condition means death". kata Muhammad Iqbal.

Manusia yang mengaku beriman saja, tidaklah sempurna keislamannya, bila tidak diikuti oleh manifestasi dalam bentuk dinamika amal shaleh. Mengaku Islam, bukan hanya dzikir dan diam di dalam Masjid, tapi harus diikuti pula nalar pikir menguak keajaiban hikmah Illahiyah, kemudian diterjemahkan dalam bentuk atau gerak yang realistik, yakni gerak prestasi hidup. Dari simbol ini, tampaklah jelas bahwa tiap muslim adalah tipikal manusia dinamis, yang bergerak terus maju, tak mau diam, selalu saja ingin berbuat sesuatu yang positif. Berpikir positif, berilmu positif dan akhirnya membuahkan karya yang positif pula.

Shalat juga menunjukkan sikap untuk tegak berdiri menapaki kehidupan dunia nyata melalui prilaku yan jelas, terarah, dan memberikan pengaruh pada lingkungan. Sikap yang demikian, insya Allah akan menjadi upaya batin untuk mendapatkan kekuatan lahir, 'manundukan dunia' (bukan sebaliknya malah ditundukkan dan dikuasai oleh dunia), serta mampu menampilkan diri sebagai Khalifah (wakil) Allah di muka bumi ini dengan baik.

Shalat adalah awal dari kesiapan kita untuk menerima amanah maha berat. Bagi orang yang memahami makna shalat, sesungguhnya ia akan mengejar waktu amanat tersebut, karena dengan shalat, dia menpunyai kekuatan untuk hidup melaksanakan amanat Allah; mengulurkan tangan bagi mereka yang membutuhkan pertolongan dan mengangkat derajat mereka dari kegelapan. Karena itu, wajarlah, melalui shalat ini dalam diri mereka akan muncul sikap optimis yang luar biasa.

No comments: