Monday, August 25, 2008

only the like knows the like

Menurut Sa'di (mistis sufi):
Lihatlah tujuantertinggi hidup manusia: Meraih suatu keadaan di mana tak ada lagi yg terlihat, kecuali Allah.
.......................... saya termenung lama setelah membaca kata2 itu dalam buku "Psikologi Sufi" penulis Dr. Javad Nurbakhsy. Buku yg membahas tahap2 perkembangan jiwa manusia, mulai dari tingkat sifat2 kebendaan sampai kepada tingkat kesadaran batin terdalam.
Para mistis sufi memang unik, bahkan cenderung "gila". Mereka seakan larut dalam dunianya sendiri, seperti orang gila yg cuek bebek dengan lingkungan sekitarnya yg tak tahu dengan kehidupan yg ia jalani.
Dalam buku ini ada sebuah "pintu" yg terbuka bagi kita yg mau mencoba mengenal mereka. "pintu" itu ialah "Prinsip & tatacara untuk membaca naskah/buku2 mistik (sufi)" yg terdiri dari:
Pertama, perlu diketahui bahwa para sufi, sebagaimana pandangan mistik yg lain, memiliki konsep tentang dunia yg berbeda dengan ilmu pengetahuan modern. Ilmu pengetahuan modern menganggap dunia yg dapat dikaji manusia seacara valid hanyalah realitas yg objektif, yg berarti dunia materi. Meskipun keberadaan realitas non-materi tidak memiliki ketegasan, apakah realitas spiritual itu merupakan sesuatu yg ada dalam dirinya ataukah hanya 'sisi dalam' dari dunia mareti.
Sedangkan para sufi dengan tegas menganggap bahwa hakikat Realitas bersifat spiritual, karena segala sesuatu berasal dari Tuha, & Tuhan adalah wujud spiritual. Realitas juga memiliki tingkatan2 yg bersifat hierarkis: yg tertinggi adalah 'alam Lahut' (wilayahdi mana hanya Dzat Allah yg ada); 'alam Jabarut' (wil. Kekuasaan Allah); 'alam Malakut'/Langit Spiritual yg dihuni oleh para maikat; 'Arsy' yg merupakan batas wil. Kesatuan & Keragaman; 'alam Nasut'/dunia manusia; serta 'alam materi'/benda2 mati. Dengan demikian dunia materi hanyalah salah satu bagian Realitas, yg berderajad paling rendah.
Kedua, para sufi juga menganggap bahwa 'diri' manusia memiliki lapisan2 yg pararel dengan Realitas alam raya. Kita tidak hanya akan berjumpa dengan istilah mikrokosmos & makrokosmoa, yg menggambarkan bahwa diri manusia adalah miniatur alam raya; melainkan juga istilah mikro-antropos & makro-antropos, dari Ibnu Arabi, yg berarti bahwa alam raya sebenarnya merupakan tiruan dalam bentuk raksasa dari struktur diri manusia. Di dalam diri anusia terdapat lapisan fisikal (sifat kebendaan) yg berada di alam materi; nafs yg setara dengan alam Nasut; lapis Qalb yg sejajar dengan Arsy; lapis Ruh yg setingkat dengan alam Malakut; lapis Kesadaran Batin, Sirr/Khafi yg berada pada tingkat alam Jabarut; serta lapis Kesadaran Batin Terdalam (Akhafa) yg berada pd tingkat alam Lahut.
Ketiga, di dalam konsep Sufi juga terdapat berbagai realitas & wujud spiritual yg berinteraksi serta memberi pengaruh kepada kondisi jiwa manusia, seperti mukjizat, bantuan malaikat, godaan setan, atau gangguan jin, yg bukan hanya tidak terdapat dalam, namun juga tidak mungkin diterima oleh, psikologi modern/ilmu pengetahuan modern.
Keempat, dalam perspektif mistikisme secara umum, dan juga bagi para Sufi, terdapat kaidah yg mengatakan:'hanya yg sama bisa saling mengetahui' (only the like knows the like), yg mengacu kepada kesejajaran antara aspek2 di dalam diri manusia dengan lapisan2 alam raya di atas. Yaitu bahwa masing2 lapisan alam raya hanya dapat diketahui oleh manusia melalui aspek2 di dalam dirinya yg sejajar dengan lapisan2 tersebut. Indera fisikal manusia hanya dapat mengetahui lapisan alam materi, nafs manusia hanya bisa menjangkau alam Nasut dst.
Kelima, kaidah di atas menjadikan sebuah naskah (atau pembicaraan) mistik hanya bisa dipahami oleh para mistikus--orang yg telah, sedang, akam, atau ingin, menekuni kehidupan mistis. Dunia sufi adalah dunia spiritual, yg tidak dapat diperbincangkan secara diskursif karena tidak memiliki acuan kongkret.
Filsafat, misalnya, meskipun bersifat spekulatif namun masih memiliki acuan kongkret berupa konsep & ide yg dapat, & memang harus, dibatasi atau didefinisikan. Sedangkan objek bahasan spiritual adalah Realitas dalam berbagai levelnya, yg hanya dapat diungkapkan secara simbolis, dengan menggunakan perlambang yg tidak memiliki kepastian definitif & eksak. Perlambang ini hanya bisa dipahami oleh orang2 yg memang sudah mengereti persoalan yg diperlambangkan atau sisimbolkan.
Sebagai contoh, kalau anda harus menjawab pertanyaan bagaimana rasa buah mangga. Jawaban yg paling tepat, barangkali adalah "rasanya seperti mangga". Kalaupun harus dijelaskan, mungkin anda akan memilih ungkapan "rasanya segar-manis-asam". Ternyata si penanya, meski belum pernah makan mangga tapi sudah pernah makan buah jeruk, & meminta penegasan apakah rasa mangga seperti rasa jeruk. Tentu anda akan menjawab "tidak", meskipun anda tidak mungkin mengingkari bahwa rasa buah jeruk juga "segar-manis-asam". Tetapi keduanya memang berbeda, & perbedaan ini hanya ada satu cara untuk memahami: yaitu merasakan sendiri.
Keenam, sebagai lanjutan dari poin keempat, dalam perspektif spiritual pengetahuan merupakan fungsi wujud: 'mengetahui adalah menjadi' (to know is to be). Perlu diingat juga bahwa, meskipun aspek2 di dalam diri manusia itu sudah ada sejak lahir, namun sebagian besar masih bersifat laten, atau berupa potensi. Dan hampir semua manusia--dengan sedikit pengecualian pada para nabi & rasul--secara alami akan berada pada tingkat sifat2 kebendaan, yg hanya dapat menjangkau alam materi. Sehingga untuk dapat mengetahui lapisan2 alam yg lebih tinggi, ia perlu menghidupkan inderanya yg lain, yaitu aspek2 dirinya yg lebih tinggi.
Ketujuh, dalam tahap yg lebih serius, meskipun tidak mutlak, dianjurkan anda memiliki 'pembimbing' atau 'kawan dialog' yg lebih berpengalaman dalam persoalam ini (dalam arti luas bisa berarti orang atau buku). Sebab banyak kasus, tidak jarang terjadi kesulitan teknis dalam kaitan dengan terminologi yg digunakan, apalagi dalam naskah2 terjemahan.
Misal, istilah Arab qalb, (inggris hearth), dalam bahasa Indonesia menjadi bermakna ganda: secara fisik berarti 'jantung' sedangkan secara spiritual bermakna 'hati'. Ketika istilah ini digunakan dalam rujukan silang, secara fisik sekaligus spiritual, agak repot untuk menerjemahkan. Karena itu perlu lebih cermat dalam membaca. Demikian juga dengan istilah nafs, nafsu, napas, jiwa, akal, ruh, Tuhan, Ketuhan, Ilahi, dan masih banyak lagi yg lain, yg hanya bisa dimengerti dalam arti 'dirasakan' ketimbang dipahami dalam arti deskriptif-definitif.
Kedelapan, terdapat semacam etika praktis yg banyak dianjurkan oleh para penulis mistik, lepada para pembacanya, ygmungkin perlu diperhatikan, di dalam menghadapi suatu naskah mistik:
1) Bacalah naskah tersebut dari awal hingga akhir untuk mengetahui identitas buku tersebut, baik secara internal maupun eksternal.
2) Ulangi lagi lebih teliti & mendalam, guna mengetahui pembahsan lebih mendalam.
3) Simpanlah naskah tersebut dengan baik & hati2. Di sini kita mulai diarahkan kepada sikap batin yg serius & khidmat, untuk lebih memperhatikan kesadaran. Bahwa yg kita kaji adalah persoalan yg memerlukan perhatian & perlakuan khusus, tidak sama dengan mempelajari pengetahuan yg lain.
4) Jangan membicarakan persolan naskah tersebut, kecuali dengan mereka2 yg memiliki minat sama. Lebih jauh lagi, kita didorong untuk menghayati proses pengetahuan kita. Sebab yg kita pelajari bukanlah sesuatu yg begitu saja dapat kita perbincangkan dengan orang lain. Dan juga untuk menghindari agar tidak berbicara kepada orang yg salah, yg mungkin mendebat atauu bahkan mengejek, yg akan memberikan pengaruh spikologis kurang baik. Bukan berarti persoalan ini tidak berani diperdebatkan, namun kita memiliki aturan main yg berbeda.
5) Ulangi membaca naskah tersebut setiap kali ada kesempatan, tanpa harus urut dari depan. Poin ini menggarisbawahi pernyataan di atas, bahwa mengetahui adalah menjadi. Mempelajari Sufi, berarti belajar menjadi seorang Sufi. Dan ini adalah sebuah proses panjang, yg berjalan secara bertahap, seumur hidup, atau selama kita masih menghendaki.
Demikianlah untuk bisa mengikuti pembahsan suatu naskah mistik (sufi), kita perlu memiliki bahan2 awal sebagai dasar. Anda tidak akan dapat banyak menangkap kajian buku2/naskah mistik jika sama sekali belum memiliki informasi apa pun mengenai Sufisme atau mistisisme secara umum. Dalam membaca buku2 mistik, anda hanya akan dapa mengikuti pembahasan sejauh kapasitas sarana pemahaman yg amda persiapkan.
(penyunting: Tim Pyramedia)

No comments: