Tuesday, July 29, 2008

tiga kesadaran

Udah lama ga coratcoret blog. Malam minggu kemarin mo coratcoret tibatiba badan agak meriang dan tenggorokan kering seperti mo flu+batuk. Syukur alhamdulillah, setelah melakukan "penyembuhan diri" dengan "reiki" tubuh perlahan sehat kembali.
Beberapa waktu yang lalu saya dapat buku murah-meriah, "AlQur'an Surat Cinta Sang Kekasih" penulisnya Islah Gusmian. Ada beberapa tulisan yang asik untuk disalin ke dalam blog ini, berikut tulisan yang pertama:
...............peristiwa Fathu Makkah, yakni saat ditaklukan kota Makkah oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat dari cengkraman kekuasaan kafir Quraisy. Saat itu orangorang yang dulu memusuhi Nabi SAW ketakutan dan merasa terancam. Tapi, Nabi SAW justru berkata, "Antum tulaqa' (Anda sekalian bebas)."
Luar biasa. Peristiwa itu dilukiskan dengan indah oleh Stanly Lane Poole dalam bukunya Lecture of Islam. Pada saat bagi Nabi ada kesempatan untuk balas dendam, namun Nabi dengan Alqur'an sebagai akhlaknya, justru melakukan hal yang sebaliknya: memberi kebebasan kepada mereka dengan memenuhi perjanjian yang telah ditetapkan.
Nabi Muhammad dengan sangat baik telah menebarkan aroma harum Alqur'an dalam kehidupan nyata. Dan aroma semacam itu bisa kita tebarkan denganbaik ke berbagai arah bila kita memiliki TIGA KESADARAN:
Pertama, kesadaran metafisis, yakni menyadari bahwa di luar kehidupan syahadah (yang nyata) ini ada kehidupan gaib. Kesadaran ini yang membangun konsepsi mengenai eksistensi realitas di luar diri manusia, yakni Tuhan yang selalu hadir dan mengawasi segala gerak kita. Di sini, kita sedang belajar ilmu tentang mati, sebuah pemahaman spiritual tentang realitas kematian yang sesungguhnya merupakan awal dari kehidupan abadi. Karena perjalanan hidup manusia tidak hanya berhenti pada etape sejarah manusia, tetapi juga masuk dalam alam gaib.
Kedua, kesadaran epistemologis, yaitu kesadaran kemahahadiran Tuhan di atas bisa ditemukan dengan membangun kejernihan pikiran, kelurusan logika dan kesejatian ilmu. Yakni pengetahuan yang dapat membuat pemiliknya benarbenar tahu. Secara epistemologis, Islam berbeda dengan modernitas Barat. Selama ini paradigma modernitas memuja habishabisan akal dan indra. Sementara kalbu yang bersifat batini-irfani dicela, karena bertolak belakang dengan akal dan indra. Padahal kesadaran spiritual kemahahadiran Tuhan dicapai melalui kalbu.
Pengetahuan Islam tidak saja lahir dari bangunan rasionalitas yang muncul dari akal, atau empirisme yang muncul dari indra, tetapi juga dari kontemplasi spiritual keilahian yang muncul dari kalbu atau intuisi yang akan melahirkan spiritualitas dan moralitas manusia. Ketiganya amat penting. Sebab seperti dikatakan Suhrawardi, nalar yang tanpa kalbu adalah puerile dan kalbu tanpa logika akan sesat. Dalam kesadaran itulah ditemukan pemahaman bahwa jelajah orientasi kehidupan manusia bukan saja alam fisik melainkan juga alam metafisika; bukan hanya alam nasut (manusiawi) tetapi juga alam malakut, jabarut dan lahut; bukan hanya alam syahadah, tetapi juga alam gaib.
Ketiga, kesadaran etis, yakni terciptanya kekokohan sikap konsistensi, kesetiaan, kemandirian dan kecerahan dalam diri manusia yang kedap dari kepentingankepentingan duniawi. Sehingga mampu menegakkan nilainilai keadilan dan kebenaran sesuai dengan maknanya yang sejati.
Ibarat gelas kuno yang antik dan indah yang selalu dirawat oleh pemiliknya, Alqur'an di sini memang bukan hanya perlu dirawat, tetapi juga difungsikan nilainilai yang terkandung di dalamnya. Nah ketiga kesadaran di atas jadi dasar utamanya. Bila tidak, sangat mungkin Alqur'an justru diseret ke wilayah yang tidak hanya tidak berguna bagi kesejahteraan umat manusia, tapi bahkan merusak, melahirkan kekerasan, dan menghalalkan darah seseorang. Ibarat gelas itu, bukan fungsinya sebagai penampung air atau makanan, tetapi telah digunakan untuk melempar seseorang, hingga terluka.
Tentu bukan dengan cara yang terakhir itu kita menaburkan keharuman Alqur'an di dalam kehidupan umat manusia.

No comments: